Sunday, March 22, 2009

Hukum MLM Oleh Majlis Ulama Indonesia

DI BAWAH INI ADALAH HUKUM MLM OLEH MAJLIS ULAMA INDONESIA


Fatwa Hukum MLM


Oleh

Majlis Ulama Indonesia

Akhir-akhir ini di tengah-tengah masyarakat Indonesia muncul sistem perdagangan baru yang dikenal dengan istilah Multi Level Marketing yang disingkat MLM. Sistem perdagangan ini dipraktekkan oleh berbagai perusahaan, baik yang berskala lokal, nasional, regional maupun internasional. Di antaranya adalah Amway, Uni Beauty Shop International (UBSI) dan DNX Indonesia. Sistem perdagangan semacam ini sangat menggiurkan sebagian anggota masyarakat karena menjanjikan keuntungan besar dalam waktu yang relatif singkat.

Sistem perdagangan Multi Level Marketing (MLM) dilakukan dengan cara menjaring calon nasabah yang sekaligus berfungsi sebagai konsumen dan member dari perusahaan yang melakukan praktek MLM. Secara rinci, sistem perdagangan Multi Level Marketing MLM) dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Mula-mula pihak perusahaan berusaha menjaring konsumen untuk menjadi member dengan cara mengharuskan calon konsumen membeli paket produk perusahaan dengan harga tertentu.

b. Dengan membeli paket produk perusahaan tersebut, pihak pembeli diberi satu formulir keanggotaan (member) dari perusahaan.

c. Sesudah menjadi member, maka tugas berikutnya adalah mencari calon member-member baru dengan cara seperti di atas, yakni membeli produk perusahaan dan mengisi formulir keanggotaan.

d. Para member baru juga bertugas mencari calon member-member baru lagi dengan cara seperti di atas, yakni membeli produk perusahaan dan mengisi formulir keanggotaan.

e. Jika member mampu menjaring member-member baru yang banyak, maka ia akan mendapat bonus dari perusahaan. Semakin banyak member yang dapat dijaring, maka semakin banyak pula bonus yang akan didapatkan, karena perusahaan merasa diuntungkan oleh banyaknya member yang sekaligus menjadi konsumen paket produk perusahaan.

f. Dengan adanya para member baru yang sekaligus menjadi konsumen paket produk perusahaan, maka member yang berada pada level pertama (member awal/ pelopor), kedua dan seterusnya akan selalu mendapatkan bonus secara estafet dari perusahaan karena perusahaan merasa diuntungkan dengan adanya member-member baru yang sekaligus menjadi konsumen paket produk perusahaan.

Di antara perusahaan MLM, ada yang melakukan kegiatan menjaring dana masyarakat untuk menanamkan modal di perusahaan tersebut dengan janji akan memberikan keuntungan sebesar hampir 100 % dalam setiap bulannya. Akan tetapi dalam prakteknya, tidak semua perusahaan mampu memberikan keuntungan seperti yang dijanjikan, bahkan terkadang berusaha menggelapkan dana nasabah yang menjadi member perusahaan. Berkenaan dengan hal ini, Komisi Fatwa MUI DKI Jakarta memfatwakan:

1. Bahwa sistem perdagangan Multi Level Marketing (MLM) diperbolehkan oleh syari'at Islam dengan syarat¬-syarat sebagai berikut:

a. Transaksi (akad) antara pihak penjual (al-ba'i) dan pembeli (al-musytari) dilakukan atas dasar suka sama suka (' an taradhin), dan tidak ada paksaan;

b. Barang yang diperjualbelikan (al-mabi') suci, bermanfaat dan transparan sehingga tidak ada unsur kesamaran atau penipuan (gharar);

c. Barang-barang tersebut diperjualbelikan dengan harga yang wajar.

Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 275:

وَأَحَلَّ اللّهُ البَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا(275) البقرة

Artinya:
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. AI-Baqarah, 2: 275

Demikian juga firman-Nya dalam surat an-Nisa 29:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيما(29) النساءً

Ayat:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. An-Nisa', 4: 29

Jika sistem perdagangan Multi Level Marketing (MLM) dilakukan dengan cara pemaksaan; atau barang yang diperjualbelikan tidak jelas karena dalam bentuk paket yang terbungkus dan sebelum transaksi tidak dapat dilihat oleh pembeli, maka hukumnya haram karena mengandung unsur kesamaran atau penipuan (gharar). Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim, sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ اْلغَرَرِ ( رواه مسلم)

Artinya:
Rasulullah SAW melarang terjadinya transaksi jual beli yang mengandung gharar"

2. Jika harga barang-barang yang diperjualbelikan dalam sistem perdagangan Multi Level Marketing (MLM) jauh lebih tinggi dari harga yang wajar, maka hukumnya haram karena secara tidak langsung pihak perusahaan telah menambahkan harga barang yang dibebankan kepada pihak pembeli sebagai sharing modal dalam akad syirkah mengingat pihak pembeli sekaligus akan menjadi member perusahaan, yang apabila ia ikut memasarkan akan mendapatkan keuntungan secara estafet. Dengan demikian, praktek perdagangan Multi Level Marketing (MLM) tersebut mengandung unsur kesamaran atau penipuan (gharar) karena terjadi kekaburan antara akad jual beli (al-bai'), syirkah, sekaligus mudlarabah karena pihak pembeli sesudah menjadi member juga berfungsi sebagai 'amil (pelaksana/ petugas) yang akan memasarkan produk perusahaan kepada calon pembeli (member) baru.

3. Jika perusahaan Multi Level Marketing (MLM) melakukan kegiatan menjaring dana masyarakat untuk menanamkan modal di perusahaan tersebut dengan janji akan memberikan keuntungan tertentu dalam setiap bulannya, maka kegiatan tersebut adalah haram karena melakukan praktek riba yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah SWT. Apalagi dalam kenyataannya tidak semua perusahaan mampu memberikan keuntungan seperti yang dijanjikan, bahkan terkadang menggelapkan dana nasabah yang menjadi member perusahaan. Sebagaimana telah difirmankan Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 279:

وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ(279) البقرة

Artinya:
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. AI-Baqarah, 2: 279.

Berhubung di antara sistem perdagangan Multi Level Marketing (MLM) ada yang diharamkan oleh syari' at Islam, maka hendaklah Umat Islam agar berhati-hati dalam melakukan kegiatan perdagangan dengan system Multi Level Marketing (MLM). Pilihlah sistem perdagangan Multi Level Marketing (MLM) yang benar-benar diperbolehkan oleh syari'at Islam karena memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan di atas.


Negara asal : Indonesia
Negeri : Jakarta
Badan yang mengisu fatwa : Majelis Ulama Indonesia DKI Jakarta

Tarikh Diisu : 2000







Antara MLM ( Multi Level Marketing ) dan Syariah

Sudah terlalu lama sebenarnya saya menyimpan hasrat untuk memasukkan pandangan Ustaz Hj. Zaharuddin ( UZAR ) berkaitan dengan MLM ini. Namun kerana ingin menjaga hati rakan-rakan yang kebanyakkannya turut terlibat dengan perniagaan jenis MLM ini saya tangguhkan hasrat hati saya ini. Namun, sehari dua ini gerak hati saya kuat menyuruh saya memasukkan pandangan Ustaz Zaharuddin untuk kebaikkan bersama. Seboleh mungkin saya ingin meminta rakan-rakan saya membaca tulisan ini dengan hati yang terbuka, seterusnya menilai dengan tenang samada perniagaan MLM yang mereka sertai selama ini benar-benar selamat ataupun bercanggah dengan kehendak syariat. Saya juga mohon maaf kepada rakan-rakan yang selalu mengajak saya menyertai apa jua skim MLM selama ini tetapi saya menolak. Saya memang teringin menyertainya, tetapi saya perlu menolaknya kerana saya tidak pasti berkaitan hukumnya. Saya memang ingin menjadi kaya di dunia ini, tetapi saya lebih takut sekiranya saya menjadi miskin di akhirat nanti. Selamat membaca dan menilai. Semoga Allah membukakan hati bagi mereka yang benar-benar mencari keredhaannya. wallahua'lam

Isu Syariah Dalam Perniagaan MLM

Dipetik daripada www.zaharuddin.net

Oleh : Ust Hj Zaharuddin Hj Abd Rahman

Jualan Pelbagai Peringkat atau lebih dikenali sebagai ‘Multi Level Marketing' atau MLM adalah amat popular di Malaysia. Dalam pada masa yang sama, sistem yang sama juga digunakan oleh industri penjualan Saham Amanah Islam dan beberapa produk Takaful. Statistik tahun 2003 menunjukkan industri MLM Malaysia mencatatkan jualan RM 4 bilion dan lebih dari 3 juta orang Malaysia terlibat dalam urusniaga MLM.



Akibat dari kebanjiran produk dan syarikat yang menggunakan sistem ini dalam mempromosi dan penjualan produk mereka. MLM kini boleh dianggap sebagai sebuah sistem pemasaran yang diterima ramai. Bagaimanapun, amat jarang dijumpai ilmuan Shariah samada dalam atau luar negara yang ingin atau berminat untuk menghuraikan sistem ini dari aspek Shariah dengan terperinci dan konkrit. Ini mungkin disebabkan kerumitan atau kurangnya minat ilmuan Shariah untuk mendalami proses sistem ini.


Para ‘Ustaz' dan Multi Level Marketing


Saya juga tidak dapat lari dari dibanjiri soalan demi soalan berkenaan hal ini. Pada awalnya, saya cuba untuk mengelak disebabkan terlampau banyak bentuk dan jenis MLM ini hingga menyukarkan sesiapa juga untuk memandu dan menerangkan hukumnya secara jelas. Di tambah pula mengenagkan pengikut dan pengamalnya yang terlalu ramai dan kebanyakkannya pula kelihatan ‘taksub' dan amat yakin akan halalnya kaedah MLM ini.


Tidak kurang juga terdapat para graduan Shariah atau pengajian Islam yang digelar ‘Ustaz' dan Ustazah' yang juga kuat berkempen produk-produk syarikat dengan skim MLM. Lebih hangat dan meriah lagi, kumpulan ini kerap mendakwa ianya halal lalu diselitkan dengan pelbagai dalil Al-Quran dan Hadith yang menggalakkan umat Islam berniaga, kuat ekonomi dan lain-lain. Hakikatnya, dalil-dalil ini bukanlah khusus untuk menyokong MLM dan perniagaan piramid mereka.


Ikhlas saya ingin nyatakan di sini, agak ramai juga orang ramai yang terpengaruh dengan kempenan dari kumpulan ilmuan agama seperti ini, menyebabkan orang ramai menyertainya tanpa berfikir lagi berkenaan halal atau haramnya sesuatu produk itu kerana ia telah diiktiraf oleh seorang ‘ustaz'. Justeru, saya ingin menasihatkan semua rakan-rakan lulusan Shariah dan Pengajian Islam agar lebih berhati-hati memberikan sebarang hukum dan merujuk dengan lebih mendalam sebelum berkempen dan mendakwa halalnya sesuatu produk hanya semata-mata kerana ia mendapat keuntungan besar di dalamnya. Ini kerana agak ramai juga saya dapati orang ramai yang berkiblatkan ustaz tertentu dalam kempen MLM mereka. Berkatalah Al-Laith bin Sa'ad : « Seandainya orang-orang yang memiliki pemahaman halal dan haram meneliti masalah ini, pastilah mereka tidak akan membolehkannya kerana terdapat di dalamnya unsur perjudian » ( Riwayat Al-Bukhari, no 2346 ). Sayyidina Umar al-Khattab r.a telah mengingatkan:


لا يبع في سوقنا إلا من قد تفقه في الدين

Ertinya : "Jangan seseorang kamu berjual beli di pasar kami, kecuali ia telah mendalami ilmu (hukum) agama tentangnya" ( Riwayat Tirmidzi, no 487, hlm 129 ; Albani : Hasan)


Bagi membantu masyarakat yang semakin ‘hangus' dalam industri ini, saya merasakan adalah elok untuk saya berkongsi panduan umum Shariah dalam hal penggunaan MLM ini. Bagaimanapun, saya tidaklah mampu untuk menujukan tulisan ringkas ini kepada mana-mana jenama MLM yang wujud di Malaysia mahupun luar negara. Tulisan ini hanya memberikan sedikit gambaran dan garis panduan yang diletakkan oleh undang-undang Islam dalam hal MLM ini.


Pengertian MLM

Secara umum ‘Multi Level Marketing' adalah suatu cara perniagaan alternatif yang berkaitan dengan pemasaran yang dilakukan melalui banyak level (tingkatan), yang biasa dikenal dengan istilah ‘Upline' (tingkat atas) dan ‘Downline' (tingakt bawah), orang akan disebut ‘Upline' jika mempunyai ‘Downline'. Pokok utama dari perniagaan MLM ini digerakkan dengan jaringan ini, sama ada yang bersifat ‘vertikal' atas bawah mahupun ‘horizontal kiri kanan' ataupun gabungan antara keduanya. (Lihat All About MLM oleh Benny Santoso hal: 28, Hukum Syara MLM oleh Hafidz Abd Rahman, MA)

Bentuk MLM yang Haram atau syubhat
Ada beberapa bentuk sistem MLM yang jelas keharamannya atau keraguannya, iaitu apabila ia menggunakan sistem berikut :

1) Harga tinggi dari biasa : Menjual produk yang diperjualbelikan dalam sistem MLM dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga biasa, ia adalah amat tidak digalakkan menurut Islam malah menurut sebahagian ulama, aqad seperti ini adalah terbatal. Tatkala itu, ia digelar ‘Gabhnun Fahisyh' menurut istilah ulama Fiqh. Hukum jualan secara ‘Ghabnun Fahisy' ini diperbezakan oleh ulama antara harus, makruh dan haram. (Durar al-Hukkam Fi Syarh Majallah al-Ahkam, klausa no 356, hlm 369). Bagaimana Nabi SAW pernah mengisyaratkannya sebagai suatu kezaliman jika berlaku kepada orang yang tidak mengetahui selok belok harga barang. (Al-Qawaid, Ibn Rusyd, hlm 601)

Bagaimanapun perlu diingat, dalam satu MLM mungkin terdapat 3 atau 4 unsur syubhat dan haram yang akan saya sebutkan. Ini tidaklah bermakna saya mengatakan MLM haram hanya kerana adanya unsur "Harga Lebih Tinggi dari Biasa" , ia cuma salah satu unsur yang perlu disemak dan boleh memburukkan lagi hukum sesuatu MLM sehingga boleh jatuh tahap haram kerana penipuan dalam keadaan tertentu yang lain.

Apa yang ingin saya nyatakan ‘Ghabnun' di sini adalah yang dibuat dalam bentuk penipuan harga kepada orang awam, iaitu harga yang sengaja dinaikkan kerana merangkumkan yuran penyertaan dalam system priamid. Sebagai contoh saya pernah ‘terpaksa' membeli sebuah produk MLM. Oleh kerana tukang jual MLM ini amat sukar beralah, dan saya ingin ia cepat menamatkan kempenanannya dengan adab, lalu saya belilah satu produknya yang termurah, iaitu sebiji bantal yang dikatakan sangat hebat, harganya mencecah RM300 sebiji. Inilah namanya 'Ghabnun', sedangkan bantal tersebut rupa-rupanya langsung tiada istimewanya setelah digunakan. Maka jelas harganya dinaikkan kerana penyertaan sebagai ahli dan masuk dalam sistem. Tapi saya senyapkan saja keahlian dan langsung tidak bergerak, membeli hanya kerana kasihan dengan si penjual yang dikenali ini sahaja.


Inilah maksud saya mempunyai unsur ‘Ghabnun', mungkin unsur ini tidak cukup kuat untuk menjadikannya haram, tetapi ia salah satu unsur yang memberi kesan kepada aqad, kesan ini apabila ia bergabung dengan unsur-unsur syubhat yang lain, ia boleh menjadi haram.


Sebagai Makluman :


Mazhab Hanafi : terbahagi kepada 3 pandangan, iaitu ada ulamanya yang mengatakan ghabnun harus walaupun Fahisyh, kedua : Haram , ketiga : Haram bila ada usnur penipuan sahaja ( Syarh ad-Dur , AL-Haskafi, 2/82 )


Mazhab Maliki : Juga ulama mereka berbagai pandangan : Pertama : Ghabnun Mustrasil samada Yasir atau fahsiyh : Haram ; Kedua : Ghabnun lebih tinggi 1/3 dari harga pasaran biasa tanpa adalah HARAM. ( Al-Qawaid : Ibn Rusyd , hlm 601 ; AL-Qawaid Al-Fiqhiyyah, Ibn Juzay, hlm 294)


Mazhab Syafie : Harus hukumnya kecuali pandangan ganjil dari al-Mutawaali yang mengharamkannya . ( Al-Majmu' , 7/500 )


Mahzab Hanbali : Ibn Quddamah berkata : "Ghabn Mustarsil adala apabila si pembeli membeli dengan harga yang terkeluar dari harga pasaran ... teruatamanya apabila didesak ( agar tak pergi semak kedai-kedai lain dulu) dan cuba disegerakan oleh penjual " ( Al-Mughni , 4/78 )


Justeru, perbincangan panjang tentang 'Ghabn' sebenarnya menunjukkan terdapat jenis 'Ghabn' yang disepakati haramnya oleh ulama, ada yang disepakati halalnya, dan terdapat yang diperbezakan pandangan. Justeru apabila saya sebut 'ghabn' sebagai salah satu sebab boleh jadikan MLM haram, maka ini kerana berkemungkinan jenis yang disepakati haram itu berlaku. Justeru, semasa menulis artikel anda perlu faham target saya. Adakah anda yakin semua jenis 'Ghabn' yang berlaku dalam MLM itu tergolong dari golongan yang harus ?. Jika ye, maka itu pandangan anda , bukan saya. Saya lebih selesa berpandangan ia banyak jenis 'Ghabn' yang berlaku lebih menjurus kepada haram terutamanya apabila hampir semua syarikat-syarikat MLM ini amat mengambil mudah akan hal hukum agama. Jika tidak, pastinya mereka telah mengambil Penasihat Shariah sejak dari awal.





2) Jualan target sebagai syarat komisyen : Selain dari yuran yang wajib dibayar oleh ahli, pada kebiasaannya terdapat syarat yang mewajibkan ahli tersebut mencapai target jualan tertentu bagi melayakkannya mendapat apa jua komsiyen dari hasil jualan orang di bawahnya. Apabila ia gagal mencapai ‘harga target' tersebut maka keahliannya akan hilang atau tiada sebarang komisyen untuknya walaupun orang bawahannya menjual dengan begitu banyak. Semua MLM yang terlibat dengan syarat seperti ini, menyebabkan sistem MLM mereka menjadi bermasalah dari sudut Shariah kerana wujudnya unsur kezaliman terhadap ahli selain wujudnya kewajiban jualan bersyarat dengan syarat yang tidak menyebelahi ahli serta berbentuk penindasan. Seolah-olah pihak syarikat memaksanya dengan mengatakan "Anda mesti membeli atau mengekalkan penjualan peribadi sebanyak RM 500 sebulan bagi membolehkan anda mendapat hak komisyen orang bawahan anda".

Pada asasnya, komisyen yang diambil atas usaha menjual (seperti ‘brokerage fee') sesuatu barangan adalah adalah harus menurut Shariah, ia adalah pandangan ulama besar Tabi'en seperti Muhammad Ibn Sirin, ‘Ato' Bin Abi Rabah, Ibrahim an-Nakha'ie dan ramai lagi (Sohih Al-Bukhari ; Al-Musannaf, 5/242 ; Mawahibul Jalil, 4/452 ). Bagaimanapun, komisyen dalam hal MLM dan system piramdi ini boleh bertukar menjadi haram apabila :-

* Diikat komisyen jualan rangkaiannya dengan sesuatu jualan olehnya, ia menimbulkan masalah dari sudut Shariah seperti unsur pemaksaan, syarat yang tidak sah dalam perwakilan dan perjudian.

* Komisyen datang dari orang bawahan yang langsung tidak dikenalinya kerana sudah terlampau jauh ke bawah. Ini menjadikan orang atasan seolah-olah mendapat untung di atas angina tanpa sebarang kerja dan usaha lagi. Ia juga boleh dikelaskan sebagai broker di atas broker di atas briker di atas broker dan seterusnya. Dalam hal berbilangnya rantaian komsiyen broker ini, menurut perbincangan saya bersama Syeikh Prof. Dr Abd Sattar Abu Ghuddah (Pakar Shariah utama dalam bidang kewangan Islam dunia di Kesatuan Ulama Fiqh Sedunia, AAOIFI, Dow Jones Islamic Index dan lain-lain) ia termasuk dalam konteks memakan harta orang lain dengan bathil selain terdapat unsur judi. Ini adalah kerana ia seolah-olah meletakkan syarat kepada semua orang bawahan samada dengan pengetahuan mereka atau tidak, semua hasil jualan mereka akan diambil sebahagian keuntungannya untuk orang atasnya.

* Dari sudut yang lain, terdapat juga keraguan dalam isu pemberian komisyen di atas usaha dan tugas agen (wakil penjual) atau "brokerage" (tukang kempen). Ini kerana sepatutnya komisyen ke atas "brokerage" tidak harus mensyaratkan tukang kempen itu untuk membeli untuk diri sendiri sebagaimana yang berlaku dalam beberapa jenis MLM. Sesetengahnya pula mensyaratkan ‘broker' atau ‘agen' untuk menjual sendiri sebanyak sekian jumlah bagi memperolehi komisyen jualan broker (ahli) di bawahnya. Dengan sebab-sebab ini, hal ‘broker' atau ‘agen' menjadi syubhah dan tidak lagi benar ianya disifatkan sebagai komisyen wakil atau broker yang diterima Islam.


3) Jika ahli berdaftar menyertai MLM dengan yuran tertentu, tetapi tiada sebarang produk untuk diniagakan, perniagaannya hanyalah dengan mencari orang bawahanya (downline), setiap kali ia mendapat ahli baru, maka diberikan beberapa peratus dari yuran ahi tersebut kepadanya. Semakin banyak anggota baru bermakna semakin banyak jualah bonusnya. Ini adalah bentuk riba kerana memperdagangkan sejumlah wang untuk mendapat sejumlah lebih banyak yang lain di masa hadapan. Ia merupakan satu bentu Riba Nasiah dan Riba Al-Fadl. Hal yang sama juga hukumnya bagi perusahaan MLM yang tidak mempunyai produk bersungguh dan berkualiti, sebaliknya produk miliknya hanyalah berupa ruangan laman web yang tidak berfaedah buat kebanyakkan orang, atau apa jua produk yang hanya dijadikan sebagai alasan pembelian. Malah harga sebenar produknya juga adakalanya jauh dari harga yang dijual kepada ahli (sebagai contoh dijual produk web komputer, sedangkan haragnya jauh lebih tinggi dan si ahli pula tidak mempunyai komputer pun). Pada hakikatnya, si ahli bukannya ingin membeli produk itu, tetapi untuk menyertai rangkaian serta memperolehi wang darinya. Ia juga termasuk dalam yang diharamkan. Hal membeli produk tidak benar dengan niat utama memasuki rangkaian dan mendapat untung dari rangkaian ini telah difatwakan haram oleh Majlis Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Arab Saudi no 15/192-193.


4) Terdapat juga syarikat MLM yang melakukan manipulasi dalam menjual produknya, atau memaksa pembeli untuk menggunakan produknya atau yang dijual adalah barang haram. Maka MLM tersebut jelas keharamannya. Namun tidak semua MLM begini, cuma sebahagianya sahaja.


5) Terdapat juga unsur mirip "shafqatayn fi shafqah", atau bay'atayn fi bay'ah, (iaitu dua aqad jenis jual beli dalam satu) yang dilarang oleh Baginda SAW dengan pelbagai lafaz antaranya : "

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صفقتين في صفقة واحدة

Ertinya : "Rasulullah SAW melarang dari membuat dua belian (aqad) dalam satu aqad" ( Riwayat Ahmad, Al-Bazzar ; Al-Haithami : perawi Ahmad adalah thiqah ; 4/84 )


Ini berlaku apabila ada sebahagian syarikat MLM yang membuka pendaftaran ahlinya, setiap ahli perlu membayar sejumlah wang disebut yuran, tidak dapat dipastikan samada yuran tersebut untuk membeli kedudukan di dalam rangkaian ataupun membeli produk. Pada waktu yang sama, dengan termeterainya keahliannya itu, ia akan menjadi wakil pula bagi syarikat untuk merekrut ahli baru, maka tindakan MLM seperti ini, boleh dikatakan termasuk dalam kategori hadis : shafqatayn fi shafqah, atau bay'atayn fi bay'ah. Ini kerana, dalam hal ini, orang tersebut telah dikira melakukan transaksi aqad Mu'awadat (kontrak pertukaran hak kewangan) bila membeli produk atau menjadi ahli dan dalam masa yang sama masuk dalam satu jenis aqad lagi iaitu perwakilan (untuk menjualkan produk itu kelak di samping mencari ahli baru) dengan komisyen tertentu. Maka, praktis seperti ini jelas tergolong sebagaimana hadith di atas.


Ingin saya tekankan juga, hal berkaitan komisyen jualan orang di level keseratus akan diperolehi juga oleh upline di tingkat kedua, padahal mereka tiada sebarang kaitan aqad yang jelas, dan hanya kerana rantaian orang dibawahnya maka ia mendapat untung?. Apa yang diletakkan untuk mendapat untung?.


Sedangkan dalam contoh sebuah syarikat besar, seorang pemegang saham sememang layak dapat untung walaupun goyang kaki kerana ia meletakkan 'modal', sebagaimana yang diketahui , keuntungan boleh didapati dari tiga sebab iaitu 1) Modal 2) Kerja 3) Jaminan 'Dhoman' barangan dari sebarang aib pada barang yang dijual.


Lalu si pemegang modal berhak mendapat untung kerana ia letak modal, si pekerja layak mendapat untung kerana ia bekerja .. jadi apa hak si upline kedua untuk dapat untung jualan si downline ke seratus? Tiada modal, tiada kerja, tiada jaminan atau dhoman barangan yang dijual, kernaa jaminan barangan yang dijual adalah dari syarikat, bukan upline!.


Apa Maksud Sebenar Dua Aqad Dalam Satu ?


Shafqatain di Safqah dan lafaz yang seertinya denganya memang tidak dinafikan mempunyai banyak takrif dan tafsiran menurut kefahaman ulama yang berbeza. Manakala sesiapa yang hanya mendedahkan hanya beberapa kerat dari pandangan tersebut dan kemudian terus memegangnya. Tapi perlu diingat disana terdapat pelabagi tafsiran yang lain pula, dan saya memegang tafsiran yang lain. Maka itu tidak bererti tafsiran pegangan saya adalah salah, dan tafsiran pegangan anda mesti betul. Jika demikian perangainya, maka ini jelas tidak faham konsep ikhtilaf dalam nas.

Sebagai hadiah untuk awam dan pembaca yang mampu faham ini beberapa tafsiran tentang hadith dua aqad dalam satu mengikut beberapa kumpulan ulama silam dan kaitannya dengan MLM:-


1) iaitu contoh berkata penjual kepada pembeli : " Aku jual kepadamu baju ini dengan harga RM 10 tunai , atau RM 20 secara tangguh" , maka si pembeli bersetuju TANPA mengspecifickan plan tangguh atau tunai yang dikehendakinya. Ini bentuk yang ditafsirkan oleh Imam Malik, Abu Hanifah, At-Thawri, Ishak Rahawaih, Imam As-Syafie ( Syarh as-Sunah, Al-Baghawi, 8/142 ; ‘Aridathul Ahwazi, 5/240 ; Al-Mughni, Ibn Quddamah, 6/333; Al-Mudawwanah, 9/191 ).

Tiada khilaf di kalangan ahli ilmu, jenis ini adalah HARAM. Bagaimanapun tafsiran ini tidak berapa berkaitan dengan MLM, kerana biasnaya plan harga akan dipilih dengan tepat.


2) Iaitu contohnya pembeli : "jualkan kepadaku barangan ini dengan harga RM 10 tunai atau dengan sebuah radio pada tarikh akan datang", kemudian kedua-dua bersetuju tanpa memberikan yang mana satu mereka inginkan. Ini adalah tafsiran Imam Malik pula ( ‘Aridathul Ahwazi, 5/240 ) . Ini juga tiada kaitan dengan MLM.

3) Iaitu contohnya berkata seorang lelaki : "Aku jual kebunku ini dengan harga RM 10,000 dengan syarat kamu jualkan rumah kamu pula dengan harga RM 15,000" . Inilah juga tafsiran ulama mazhab Hanafi, Hanbali dan Syafie. ( Al-Mughni , 6/332 ; Al-Um, 3/67 ; ‘Aridatul Ahwazi, 5/239 )

Inilah tafsiran yang saya lihat ada kaitannya dengan kebanyakkan MLM. Iaitu berkata syarikat MLM kepada seorang ahli baru sebagai contoh : "aku jual barang water filter ini dengan harga RM 2000 dengan syarat engkau jadi wakil jualanku dengan komisyen sebanyak 3 % dari harga jualanmu dan aku beri mandate kamu untuk jadi lantik ahli baru dan setiap jualannya kamu akan dapat 1 % dengan syarat kamu ada jualan sendiri sebanyak RM 1000 setiap bulan"


Lihat, dalam contoh saya tu ada berapa jenis aqad muawadah maliah yang bersifat lazim?

a- Jual barang RM 2000 - Aqad jual beli yang bersifat lazim

b- Lantik jadi wakil dengan upah (Wakalah bil Ujr) - aqad wakalah yang bersifat lazim.

c- Beri mandate untuk cari ahli - ini tiada masalah

d- Setiap ahli yang kamu lantik jual kamu layak dapat 1% - Ini ju'alah, juga kelihatan tiada masalah.

e- Kamu hanya layak dapat 1 % ju'alah tadi dengan syarat kamu ada jualan sendiri RM 1000 - Ini ada syubhat sikit syarat seperti ini. Perlu perbincangan dan ijtihad.


Cuma, secara umum kita dapat melihat bergabungnya dua aqad mu'awadat maliah (pertukaran hak milik harta) yang bersifat Lazim. Jika aqad itu ghayru Lazim maka ia diharuskan, tetapi dalam hal ini dua aqad itu adalah "aqad lazim"


4) Iaitu seorang penjual menjual dua barangan berlainan harga iaitu kasut dengan harga RM 100 dan handphone dengan harga RM 700, tetapi ia membuatnya terikat, iaitu jika anda beli handphone, maka pembelian kasut juga menjadi wajib. Inilah takrif yang dipegang oleh Al-Qadhi Ibn Al-Arabi al-Maliki ( Al-Qabas Syarah Al-Muwatta', 2/842 ; Al-Muntaqa , 5/36) .

Ini juga mempunyai sedikit kaitan dengan MLM kerana meletakkan syarat satu aqad lain sebagai syarat untuk sesuatu aqad itu boleh ‘concluded'.


5) Iaitu contohnya : Berkata penjual : " Aku jual handphone ini dengan RM 100 dengan bayaran ansuran dalam 3 bulan, dengan syarat aku akan belinya semual darimu dengan harga RM 80 tunai" . Ini adalah tafsiran Ibn Taymiah dan Ibn Qayyim pula. Ia adalah sama dengan takrif Bai Inah. ( Mukhtasar Al-Fatawa Lib Ibn taymiah, hlm 327 ; Tahzib Mukhtasar Sunan Abi Daud, Ibn Qayyim, 5/100 )

Tafsiran ini agak kurang kaitannya dengan MLM.


Demikianlah beberapa takrifan dan tafsiran ulama tentang hadith dua aqad dalam satu. Sebenarnya ada terdapat 3 lagi tafsiran, Cuma cukuplah sebagai info tambahan kepada pembaca. Oleh kerana beberapa yang dilakukan dalam MLM ada terdapat dalam salah satu tafsirannya, maka saya masukkan point dua aqad di dalam satu sebagai isu yang boleh menjadikan MLM samada haram atau batal atau syubhat.

Keputusan Majma Fiqh Sedunia ?

Kesatuan Fiqh Sedunia (Majma' Fiqh Islami) pernah mengeluarkan fatwa ke atas satu bentuk perniagaan MLM jenama PT Biznas yang disifatkan sebagai haram kerana ia adalah salah satu bentuk perjudian. Selain itu, keputusan itu juga menafikan bahawa komisyen yang digunakan adalah komisyen atau upah ‘brokerage' sebagaimana didakwa. (Rujuk keputusan nombor 3/24, 17 Julai 2003). Selain itu, Syeikh Salim Al-Hilali pernah mengeluarkan fatwa pengharaman dengan katanya : "Banyak pertanyaan berkenaan perniagaan yang diminati ramai. Yang secara umum gambarannya adalah mengikuti kaedah piramid dalam sistem pemasarannya, dengan cara setiap anggota harus mencari ahli-ahli baru dan demikian selanjutnya. Setiap anggota membayar yuran pada syarikat dengan jumlah tertentu dengan angan-angan mendapat bonus, semakin banyak anggota dan memasarkan produknya maka akan semakin banyak bonus yang dijanjikan. Sebenarnya kebanyakan anggota MLM yang menyertai cara ini adalah hasil motivasi bonus yang dijanjikan tersebut dengan harapan agar cepat kaya dalam waktu yang sesingkat mungkin, padahal ia langsung tidak menginginkan produknya. Perniagaan jenis ini adalah perjudian murni, kerana beberapa sebab berikut, iaitu:

Ø Sebenarnya anggota MLM ini tidak mahukan produknya, akan tetapi tujuan utama mereka adalah menyertai rangkaian piramid bagi mendapatkan kekayaan cepat apabila setiap ahli baru membayar yuran.

Ø Harga produk yang dibeli sebenarnya tidak sampai 30% dari wang yang dibayarkan pada syarikat MLM.

Ø Tujuan perusahaan adalah membangun jaringan individu secara berkesinambungan. Yang mana ini akan menguntungkan anggota yang berada pada level atas (Upline) sedangkan level bawah (downline) selalu memberikan nilai point pada yang berada dilevel atas mereka.


Justeru, saya kira, amat tipis untuk mencari MLM yang tidak tergolong dalam item-item salah yang saya sebutkan di atas, malah saya juga suka menyarankan agar pengamal-pengamal jualan amanah saham dan Takaful secara wakil untuk lebih berhati-hati agar tidak terjerumus dalam bab MLM. Bagaimanapun, jika anda masih ingin mendakwa halalnya MLM ini, saya sarankan agar pengamal MLM memastikan asas minima Shariah berikut dapat dipatuhi :-

1. Produk MLM ini mestilah dibeli dengan tujuan yang sebenarnya (seperti produk yang benar-benar bermanfaat dan dibangunkan dengan serius seperti ubat-ubatan berkualiti, unik dan lainnya). Justeru, produk MLM yang kabur kualiti dan kegunaannya tidaklah dibenarkan kerana ia hanyalah bertujuan untuk mengabui dalam undang-undang dan hukum Shariah, ia tiadalah halal di sisi Shariah. Justeru, kekuatan MLM itu ialah kepada produknya yang bermutu dan bukan kepada objektif jangka pendek mengumpul dana (modal).

2. Produknya bukan emas dan perak yang boleh dijual beli secara tangguh. Ini kerana penjualan barangan emas secara tangguh adalah Riba jenis Nasiah.

3. Komisyen yang diberikan kepada ahli untuk setiap penjual dan ahli bawahannya mestilah jelas. Tiada komisyen tanpa usaha, ini bermakna orang atas hanya berhak mendapat komisyen dari ahli bawahan yang dibantunya sahaja.

4. Keuntungan dan komisyen bukan berdasarkan ‘kepala' atau ahli yang ditaja, tetapi adalah berdasarkan nilai produk yang berjaya di jualnya. Ini diperlukan bagi membuktikan ia menumpukan kepada perniagaan penjualan produk dan perkhidmatan dan bukannya permainan wang (money game).

5. Tidak diwajibkan bagi si ahli menjual jumlah tertentu bagi memperolehi komsiyen dari orang bawahannya.

6. Setiap ‘upline' atau orang di sebelah atas mestilah menaruh usaha atas jualan orang bawahannya, seperti mengadakan perjumpaan taklimat, motivasi dan teknik berkempen secara terancang seperti sebuah syarikat yang pelbagai ahlinya. Ia perlu bagi melayakkannya menerima komisyen itu dari sudut Shariah, jika tidak adalah dibimbangi ia akan terjerumus kepada keraguan ‘syubhah'. Ini kerana konsep niaga dalam Islam tidak membenarkan suatu keuntungan dari sesuatu perniagaan yang diperolehi tanpa usaha. Justeru, sedikit usaha perlu dicurahkan bagi menjadi sebab haknya ke atas komisyen. Perlu diingat, kebanyakan ahli di kaki yang 10 ke bawah, mungkin tidak mengenalinya lantaran ia dilantik oleh orang bawahannya yang kesembilan. Jika tidak, apakah haknya untuk mendapat komisyen yang demikian berangkai dan begitu jauh ?.

7. Tidak menggunakan skim piramid iaitu skim siapa masuk dulu akan untung selamanya. Manakala hak mereka yang masuk kemudian akan berkurangan. Justeru, plan pemasaran mestilah memberikan hak kepada semua, malah orang bawahan mampu mendapat keuntungan lebih dari orang atasannya, apabila ia mampu menjual dengan lebih hebat.

8. Mempersembahkan system komisyen dan bonus yang telus dan boleh difahami dan dipantau oleh ahli dengan jelas. Ia bagi mengelakkan segala jenis penipuan.

9. Menstruktur plan pemasaran di anatara ahli dan orang bawahannya secara musyarakah iaitu perkonsgian untung dan rugi berdasarkan modal masing-masing dengan nisbah pembahagian keuntungan yang ditetapkan di peringkat awal lagi.



Mana MLM alternatif??

"Kalau ustaz pandai sangat, kenapa tak tuliskan sahaja macam mana MLM yang menepati Shariah tu, biar orang boleh guna" Demikian tempelak seorang pemuda tanpa kesabaran melalui sebuah web.


Jawapan saya seperti berikut :-

Pertama : Memang ramai 'suruh', 'arah' dan minta saya sebutkan macam mana MLM yang harus serta realistik.


Inilah masalah orang ramai, tidak berfikir mendalam sebelum meminta. Kita kena faham, tak semua yang perniagaan diasakan ikut cara yang menpeati Shariah itu menarik pada pandangan mata orang ramai dan boleh laku untuk dijual di Malaysia, dan tak semua pula plan dan skim atau produk yang sangat boleh dijual dan menarik itu menepati hukum Shariah. Jadinya bagi menghasilkan satu plan hebat yang menepati Shariah dan boleh jual, perbincangan dua pihak antara Ilmuan Shariah & bisnesman amat perlu dalam hal ini.


Mana mungkin sebuah plan pemasaran MLM terbaik dapat dicadangkan hanya dengan mengemukakan permintaan mudah begitu sahaja kepada saya, ini kerana mungkin saya mempunyai penyelesaian dari sudut teori Shariahnya. Teori ini pula sebahagiannya bersifat fleksible dan tidak sebahagian yang lain, kerana itu perbincangan diperlukan dengan pihak pakar pemasaran demi memastikan samada ia 'viable' untuk diperkenalkan atau tidak. Kerana saya bukanlah pakar dalam bab pemasaran.


Kedua : Saya juga bukanlah seorang jutawan yang membolehkan saya memperkenalkan plan bisnes MLM contoh yang hebat dan menepati Shariah. Mudahnya, selagi tiada bisnesman Muslim yang punyai perhatian kuat tentang halal haram dan berkesudian berbincang dengan orang Shariah, selagi tu tidak akan didapati plan dan skim MLM alternatif yang menepati Shariah.


Untuk maklumat, proses inilah yang amat kerap kami (ilmuan Shariah sedunia, saya dan rakan-rakan ustaz di semua institusi kewangan Islam seluruh dunia) ; iaitu kami duduk berjam-jam dengan pakar pemasaran, peguam untuk mencipta produk kewangan Islam yang halal serta dalam masa yang sama aqad-aqadnya juga halal dan boleh diaplikasikan di sisi undang-undang Malaysia. Kesimpulan saya, jika hanya ada satu pihak sahaja yang bersungguh, ia pasti akan menjadi hasrat yang terbengkalai juga.

Akhirnya, saya tahu bahawa hukum MLM ini masih terbuka untuk perbincangan, malah Syeikh Dr Abd Sattar Abu Ghuddah ketika perbincangan dengan beliau mengakui ini isu yang agak baru baginya. Benar, amat sukar ditemui tulisan para ulama Islam dari Timur Tengah berkenaan hal MLM ini, disebabkan MLM belum masuk ke pasaran negara Arab dengan meluas. Justeru, menjadi tanggungjawab para ilmuan Shariah Asia Tenggara untuk membantu masyarakat untuk mengetahui pandangan Shariah tentang MLM ini. Tulisan ringkas saya hanyalah pandangan awal bagi memberi peringatan bahawa dengan sekadar pandangan, kelihatan begitu banyak keraguan boleh muncul dalam perniagaan MLM ini. Tidak perlulah pembaca merasa marah dan benci dengan tulisan ini. Ini sekadar nasihat bagi mereka yang mengambil berat tentang pendapatan serta memikirkan barzakh dan akhirat mereka yang kekal abadi. Wallahu ‘alam.



Kuala Lumpur, Malaysia (14 Zulhijjah 1427 H = 4 Januari 2007)





Tuesday, March 17, 2009

Apa Bezanya Antara Mereka Berdua

Sebulan yang lalu saya telah ke pasaraya Angsana Johor Bahru untuk membeli cermin mata Isteri dan 2 buah buku untuk bacaan saya di rumah. Semasa berhenti di satu persimpangan lampu isyarat saya terlihat satu situasi yang membuatkan saya terfikir pada waktu itu. Malah ia menjadi topik perbincangan saya dan isteri sehinggalah saya sampai di pintu masuk pasaraya tersebut, barulah kami bertukar ke topik perbincangan yang lain. Situasinya begini. semasa saya berhenti di persimpangan lampu isyarat, saya melihat seorang makcik dalam lingkungan 50-an sedang berhenti di tepi kereta saya. Dia menunggang motorsikal jenis skutter. Orangnya agak ranggi dengan pakaian yang agak ketat, tidak bertudung dan berseluar panjang. Selang beberapa saat selepas itu, seorang lagi penunggang motosikal berhenti bersebelahan kereta saya. Dia juga menunggang skutter. Bezanya kali ini penunggangnya lelaki tua dan berkopiah tanpa topi keledar. Seingat saya tidak sampai seminit, si penunggang lelaki itu bergerak memecut motornya sebelum lampu isyarat bertukar hijau. Sementara si penunggang wanita sabar menunggu sehingga lampu isyarat benar-benar bertukar warnanya daripada merah ke hijau.


Walaupun peristiwa ini telah berlaku lebih kurang sebulan yang lalu, namun ia masih bermain-main diminda saya. Persoalannya ialah apa beza antara mereka berdua. Seorang tidak menutup aurat dengan sempurna tetapi sabar. Sementara seorang lagi berpakaian menutup aurat dan berkopiah tetapi tidak sabar. Kedua-duanya berada di tempat yang sama, tetapi tindakannya berbeza. Jika anda berada di saat itu, apakah persepsi anda pada waktu itu? Sebelum saya melanjutkan tulisan ini, maaf pada golongan yang membawa imej Islam ditengah-tengah masyarakat, ingat bahawa banyak mata sedang memandang kepada anda. Dua orang lelaki sedang merokok, seorang berseluar pendek dan seorang lagi berkopiah. Kedua-duanya Islam, tetapi persepsi terhadap mereka pasti berbeza. Agaknyalah, apa persepsi anda sekiranya anda melihat keadaan tersebut?

Dua orang wanita, seorang tidak bertudung dan seorang lagi bertudung dengan baik sedang ketawa dengan kuat di dalam sebuah restoran makanan segera sehingga mengejutkan orang-orang yang berada di sekelilingnya pada waktu itu.Saya ingin bertanya lagi, apa persepsi anda sekiranya anda turut berada di sana pada waktu itu?

Setiap orang itu akan dinilai dari sudut yang berbeza-beza. Seorang pelajar yang datang dari keluarga bermasalah akan dinilai dari persepsi yang berbeza oleh seorang guru berbanding pelajar yang datang daripada keluarga yang berada dan tidak bermasalah. Begitulah keadaanya apabila seseorang yang sedang membawa imej Islam dalam kehidupannya akan dinilai dengan persepsi yang berbeza berbanding mereka yang hidupnya tidak diurus berlandaskan Islam. Sudah tentu orang yang berimej Islam itu sentiasa dianggap akan membawa nilai-nilai yang baik dalam kehidupan sehariannya. Kesilapan yang kecil yang dilakukan olehnya dianggap besar oleh masyarakat. Malah kesilapan yang dilakukan oleh ahli keluarganya juga akan melibatkan seseorang yang membawa imej Islam itu sendiri. Misalnya seorang anak kepada Si Fulan yang rajin berjemaah di masjid telah dilihat sedang berjalan-jalan di pekan berhampiran tanpa menutup aurat dengan sempurna menyebabkan ayahnya yang dilihat alim itu mendapat nama. Bagaimana kiranya yang berjalan itu adalah anak kepada kaki judi misalnya. Adakah masyarakat akan menyibuk dan mengata si ayah dengan kata-kata yang tidak sedap didengar.

Saya bukan ingin menyakiti hati sesiapa, bukan untuk mengutuk golongan yang membawa imej Islam ini. Apatah lagi berniat untuk memburuk-burukkan mereka. Niat saya satu sahaja, sekadar untuk memesan bukan sahaja buat mereka yang sedang membaca tulisan ini, malah yang lebih utama diri saya sendiri. Sebagai manusia sudah tentulah sifat semulajadinya pasti melakukan kesilapan. Tidak ada manusia yang maksum melainkan Rasul junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang bebas dari sebarang dosa. maka, tidak salah kiranya saya menegur anda wahai pembawa imej Islam di mata masyarakat, apatah lagi anda bergelar ustaz atau ustazah kerana " title" yang sedang anda pikul itu teramatlah berat nilainya. oleh itu berhati-hatilah dalam tindakan anda, tutur kata anda dan sebagainya yang boleh merosakkan imej anda di mata masyarakat. ingat, rosaknya imej anda bermakna rosaklah imej Islam yang dipandang pada diri anda. Apabila rosak imej islam yang mereka pandang pada diri anda, sebenarnya mereka yang tidak bersalah, yang sentiasa istiqomah dalam menjaga imej Islam yang di bawanya juga turut dipandang rosak oleh mereka. Inilah harga yang begitu mahal yang terpaksa dibayar oleh anda sebenarnya. Kerana itulah saya menulis artikel ini. Maafkan saya.

Salam ukhwah

www.teratakmuslim.blogspot.com


TIPS MENJELANG PEPERIKSAAN BUAT ADIK-ADIK YANG BAKAL MENDUDUKI PEPERIKSAAN

TIPS MENJELANG PEPERIKSAAN BUAT ADIK-ADIK YANG BAKAL MENDUDUKI PEPERIKSAAN Seperti yang kita sedia maklum, dua peperiksaan besar akan b...